Senator Mirah Berharap Program Beasiswa NTB Tetap Dilanjutkan

Beasiswa adalah Jembatan yang Menutup Jurang Kesenjangan Sosial

OPINI

JC

8/6/20252 min read

MMF - Senator dari Nusa Tenggara Barat (NTB), Mirah Midadan Fahmid, menanggapi serius isu terkait rencana penghentian Program Beasiswa NTB yang diumumkan oleh Pemerintah Provinsi NTB pada Agustus 2025.

Menurut Mirah, program yang dikelola oleh Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) ini lebih dari sekadar bantuan dana. Ini adalah investasi penting untuk kemajuan sumber daya manusia di NTB.

Meskipun pemerintah telah berjanji untuk tetap membiayai mahasiswa yang sedang menjalani studi, ada banyak keluhan dari para penerima beasiswa karena dana biaya hidup mereka belum cair sejak awal tahun 2025. Fakta ini menunjukkan adanya kendala dalam realisasi komitmen pemerintah.

Mahasiswa di Republik Ceko, misalnya, mengaku terakhir menerima bantuan pada Oktober 2024. Hingga kini, mereka masih menunggu kejelasan pencairan seperti diberitakan disejumlah media. Padahal, pemerintah telah mengalokasikan Rp477 juta pada tahun ini untuk mendukung kelancaran studi.

Hambatan administratif dan mekanisme penyaluran yang belum jelas menyebabkan dana tersebut tak kunjung diterima mahasiswa.

Senator Mirah menegaskan, kondisi ini berisiko besar memperburuk masalah akses pendidikan tinggi di NTB. Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas, 2024) menunjukkan, Angka Partisipasi Sekolah (APS) untuk jenjang SD dan SMP sangat tinggi (99,47% dan 97,86%).

Namun, angka itu turun drastis menjadi 77,81% pada usia SMA, dan hanya 28,88% di perguruan tinggi.

“Tanpa beasiswa, anak-anak NTB yang berasal dari keluarga kurang mampu dan desa-desa terpencil akan semakin sulit melanjutkan pendidikan. Ini jelas ancaman bagi pembangunan manusia NTB yang berkualitas,” tegas Mirah.

Selain itu, beasiswa memiliki peran penting dalam mengurangi kesenjangan sosial. Data Susenas menunjukkan hanya 19,42% anak dari keluarga termiskin yang melanjutkan kuliah, sementara dari keluarga terkaya mencapai 40,77%.

Kesenjangan ini juga tampak antara desa dan kota, di mana hanya 22,09% anak muda desa yang masih berkuliah dibanding 34,27% di kota.

“Beasiswa adalah jembatan yang menutup jurang kesenjangan tersebut. Menghentikannya berarti membiarkan kesenjangan itu makin melebar,” lanjut Mirah.

Di sisi lain, rendahnya jumlah lulusan perguruan tinggi di NTB juga menjadi masalah serius. Hanya 9,44% penduduk yang tamat kuliah, sementara mayoritas masih lulusan menengah ke bawah.

Padahal, sektor unggulan NTB seperti pariwisata, industri, hingga pertanian modern menuntut tenaga kerja terampil.

“Jika kita tidak menyiapkan SDM unggul sejak sekarang, maka NTB akan tertinggal dalam persaingan global,” ujarnya.

Mirah mengingatkan, mandat konstitusi dan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional telah jelas yakni negara wajib menjamin akses pendidikan.

Lebih jauh, UU Pendidikan Tinggi Pasal 83 ayat (2) memberi kewenangan pemerintah daerah untuk mendukung pendanaan pendidikan melalui APBD.

“Ini bukan pilihan, melainkan kewajiban pemerintah daerah untuk menjadikan beasiswa sebagai instrumen pembangunan SDM berkualitas,” tegasnya.

Senator Mirah juga menyoroti lemahnya tata kelola program beasiswa yang membuat pencairan terhambat.

Menurutnya, ke depan Pemprov NTB harus merancang mekanisme penyaluran dana yang lebih transparan, akuntabel, dan berkelanjutan.

Selain itu, ia mendorong kolaborasi dengan pemerintah pusat, sektor swasta melalui skema CSR, dan program matching fund agar keberlangsungan beasiswa tidak tergantung pada APBD semata.

“Program Beasiswa NTB tidak boleh mati hanya karena kendala teknis. Generasi muda NTB berhak atas kesempatan yang sama untuk mengenyam pendidikan tinggi. Ini investasi masa depan daerah dan kontribusi kita bagi Indonesia,” pungkas Senator Mirah.***