Pantai Ampenan Terkikis, Senator Mirah Desak Pemerintah Prioritaskan Penanganan Abrasi di NTB
Kita Tidak Bisa Terus Menunggu Abrasi Menelan Rumah Warga Baru Bertindak
OPINI
JC
8/28/20252 min read


MMF - Gelombang abrasi kembali mengancam kehidupan masyarakat pesisir di Lingkungan Bugis, Kelurahan Bintaro, Kecamatan Ampenan, Kota Mataram.
Garis pantai yang terus terkikis mendekati pemukiman warga telah menimbulkan kecemasan mendalam, terutama saat gelombang pasang terjadi pada malam hari.
Menanggapi hal ini, Senator asal NTB, Mirah Midadan Fahmid, menegaskan bahwa penanganan abrasi harus segera menjadi prioritas pemerintah daerah maupun pusat, mengingat dampaknya tidak hanya merusak lingkungan tetapi juga mengancam kehidupan sosial, ekonomi, dan psikologis warga.
Abrasi di kawasan ini sejatinya bukan fenomena baru. Namun, intensitasnya semakin parah dalam beberapa tahun terakhir.
Sejumlah rumah warga, termasuk milik nelayan setempat, mengalami kerusakan parah akibat terjangan ombak pada awal 2025.
“Dulu masih ada jarak antara rumah kami dengan laut, tapi sekarang tinggal beberapa meter saja. Kalau air pasang, kami harus siaga karena air bisa masuk sampai ke rumah,” ungkap Junaedi, warga Kampung Bugis.
Senada dengan itu, Fatimah, warga lainnya, mengaku terus dihantui rasa was-was. Ia masih trauma dengan gelombang pasang Januari lalu yang merusak rumahnya.
“Sampai sekarang belum ada tindak lanjut dari pemerintah. Katanya akan ada perbaikan, tapi belum juga terealisasi,” keluhnya.
Kondisi ini, menurut Senator Mirah, menunjukkan lemahnya keberlanjutan penanganan abrasi di NTB.
Ia menyoroti fakta bahwa pemasangan batu bolder sebagai tanggul darurat oleh Pemerintah Kota Mataram hanya mencakup sebagian titik rawan.
“Warga pesisir kita butuh kepastian perlindungan, bukan solusi sementara yang hanya menenangkan sesaat. Talud permanen dan pemecah gelombang harus segera dibangun, apalagi ancaman abrasi semakin cepat setiap tahunnya,” tegas Mirah.
Abrasi tidak hanya berdampak pada kerusakan fisik rumah, tetapi juga mengganggu mata pencaharian nelayan yang kesulitan menambatkan perahu karena garis pantai terus bergeser.
Menurut Mirah, persoalan ini adalah isu multidimensi yang mencakup lingkungan, ekonomi, dan keberlanjutan sosial masyarakat pesisir.
Oleh sebab itu, ia meminta agar penanganan abrasi di NTB tidak lagi bersifat tambal sulam, melainkan berbasis perencanaan jangka panjang yang melibatkan pemerintah daerah, pusat, akademisi, dan masyarakat setempat.
Pemerintah Kota Mataram melalui Dinas PUPR telah memastikan akan membangun kembali tanggul darurat di Lingkungan Bugis, Pondok Perasi, Tanjung Karang, dan Mapak Indah pada akhir 2025.
Namun, langkah ini dipandang Mirah sebagai tindakan reaktif yang harus dilengkapi dengan strategi mitigasi berkelanjutan.
“Kita tidak bisa terus menunggu abrasi menelan rumah warga baru bertindak. Pemerintah harus memetakan seluruh wilayah rawan abrasi, mengalokasikan anggaran yang memadai, dan menjadikan perlindungan pesisir sebagai bagian integral dari kebijakan pembangunan daerah,” tegasnya.
Sebagai Senator, Mirah berkomitmen untuk membawa isu ini ke tingkat nasional. Ia menilai pemerintah pusat harus lebih proaktif membantu daerah-daerah pesisir, khususnya NTB, yang secara geografis rentan terhadap bencana abrasi.
“Jangan biarkan warga hidup dalam kecemasan setiap malam karena ancaman laut. Negara wajib hadir memberikan perlindungan nyata,” pungkas Mirah.***