Alih Fungsi Hutan Mangrove di Sumbawa Memprihatinkan, Senator Mirah Minta Pemerintah Bertindak Tegas
Kita Tidak Bisa Membiarkan Kerusakan Hutan Mangrove Terus Terjadi Tanpa Penegakan Aturan yang Tegas
OPINI
JC
8/10/20252 min read


MMF - Kondisi hutan mangrove di sejumlah wilayah pesisir Kabupaten Sumbawa kini berada dalam situasi yang memprihatinkan.
Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sumbawa mengungkapkan bahwa dari total sekitar 5.400 hektare lahan potensial tanaman mangrove yang tersebar dari ujung timur, barat, utara, hingga selatan Sumbawa, sebagian besar telah mengalami tekanan akibat alih fungsi lahan, khususnya menjadi usaha tambak udang dan permukiman.
Menanggapi hal ini, Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) asal Nusa Tenggara Barat, Senator Mirah Midadan Fahmid, menyatakan keprihatinan mendalam dan mendesak pemerintah daerah maupun pusat untuk bertindak cepat.
“Kita tidak bisa membiarkan kerusakan hutan mangrove terus terjadi tanpa penegakan aturan yang tegas. Mangrove bukan hanya benteng alami terhadap abrasi dan badai, tetapi juga penyerap karbon yang efektif untuk mengurangi dampak perubahan iklim. Jika dibiarkan, kerusakan ini akan menjadi kerugian ekologis dan ekonomi yang sangat besar bagi masyarakat Sumbawa,” tegas Senator Mirah.
Senator Mirah juga menekankan pentingnya penegakan hukum terhadap pihak-pihak yang melakukan alih fungsi lahan mangrove tanpa izin atau yang melanggar regulasi lingkungan hidup.
Menurutnya, pemerintah daerah harus memperkuat koordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk melakukan pemetaan, pengawasan, dan rehabilitasi mangrove di kawasan rawan.
Selain itu, ia mendorong adanya program terpadu yang tidak hanya fokus pada penanaman kembali mangrove, tetapi juga edukasi dan pemberdayaan masyarakat pesisir agar memahami manfaat jangka panjang dari menjaga ekosistem ini.
“Rehabilitasi mangrove harus melibatkan masyarakat setempat, karena merekalah yang menjadi garda terdepan menjaga lingkungan. Penanaman kembali tidak akan efektif jika kesadaran dan kepatuhan hukum tidak dibangun sejak awal,” tambahnya.
Sekretaris DLH Sumbawa, Hj. Rahmawati, menjelaskan bahwa meskipun persentase pasti kerusakan belum dihitung, indikasi penurunan kualitas ekosistem mangrove sudah terlihat jelas di sejumlah titik.
Salah satu contohnya adalah di kawasan Teluk Saleh, di mana beberapa hektare hutan mangrove telah beralih fungsi menjadi area tambak udang.
Kondisi ini dikhawatirkan akan berdampak serius terhadap keberlangsungan ekosistem pesisir dan memperbesar risiko abrasi pantai.
DLH Sumbawa sendiri telah mengimbau seluruh lapisan masyarakat untuk bersama-sama menjaga hutan mangrove, mengingat fungsinya yang sangat vital.
Selain menjadi pelindung alami dari abrasi, hutan mangrove juga berpotensi dikembangkan sebagai destinasi wisata ekologi sekaligus sumber penghidupan ekonomi masyarakat, seperti budidaya kepiting dan ekowisata pesisir.
Senator Mirah menegaskan bahwa upaya menjaga mangrove di Sumbawa adalah investasi jangka panjang bagi kelestarian lingkungan dan ketahanan ekonomi daerah.
Ia berkomitmen untuk membawa isu ini ke pembahasan di tingkat nasional agar NTB, khususnya Sumbawa, mendapatkan dukungan penuh dalam program konservasi dan pengelolaan pesisir.
“Ini bukan hanya soal lingkungan, tapi juga soal masa depan. Kita bicara tentang keberlangsungan hidup masyarakat pesisir, ketahanan pangan laut, dan warisan alam yang akan kita tinggalkan bagi generasi berikutnya,” pungkasnya.***